Home

Friday, September 16, 2016

Konformitas

Baron & Byrne (2002) mendefinisikan konformitas sebagai suatu perubahan sikap dan tingkah dari seorang individu akibat adanya pengaruh sosial agar sesuai dengan norma sosial yang ada.

Santrock (2007) menambahkan bahwa konformitas terjadi saat individu mengadopsi sikap dan tingkah laku orang lain karena merasa adanya desakkan oleh orang lain yang dirasakan oleh individu secara nyata atau hanya bayangan saja, dan desakan ini cenderung sangat kuat selama masa remaja.

Myers (2012), merupakan suatu perubahan perilaku serta kepercayaan atau belief yang disebabkan oleh adanya tekanan kelompok yang dirasakan secara nyata atau hanya sebagai suatu imajinasi dari individu tersebut.

Ada dua jenis konformitas (Sarwono, 2001):
  1. Menurut (compliance) Konformitas yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum, walaupun hatinya tidak setuju. Misalnya, turis asing memakai selendang dipinggangnya agar dapat masuk ke pura di Bali, menyantap makanan yang disuguhkan nyonya rumah walaupun tidak suka, memeluk cium rekan arab walaupun merasa risih. Kalau perilaku menurut ini adalah terhadap suatu perintah, namanya adalah ketaatan (obedience), misalnya anggota tentara yang menembak musuh atas perintah komandannya, dan mahasiswa baru memakai baju compang camping dalam acara perpeloncoaan atas perintah seniornya.
  2. Penerimaan (accept) Konformitas yang disertai perilaku dan kepercayaan yang sesuai dengan tatanan social. Misalnya, berganti agama sesuai dengan keyakinannya sendiri, belajar bahasa daerah atau Negara dimana ia ditugaskan atau tinggal, memenuhi ajakan teman-teman untuk membolos.
Berikut adalah faktor-faktor yang tampak paling penting mempengaruhi konformitas (Baron dan Byrne, 2005):
1. Kohesivitas.
Dapat didefenisikan bahwa kohesivitas (cohesiveness) adalah tingkat ketertarikan yang dirasa oleh individu terhadap suatu kelompok. Ketika individu memiliki ketertarikan yang besar terhadap suatu kelompok maka ia memiliki kohesivitas tinggi. Tingginya rasa suka dan kagum kepada kelompok orang-orang tertentu akan menimbulkan tekanan untuk melakukan konformitas semakin kuat. Sebagai contoh saat kita berada dalam sebuah pertunjukan musik, ada sekelompok anak muda yang berdandan nyentrik dengan rambut mohawk dan tattoo di tubuhnya, memakai tindik dilidah, jacket berbahan Levi’s dengan tempelan-tempelan emblem, menarik perhatian kita dan menganggap bahwa dandanannya keren, orang-orang yang berpenampilan seperti itu ternyata salah satu band pengisi dalam acara tersebut maka kita tertarik untuk menjadi bagian dari kelompok itu. Salah satu cara untuk diterima oleh orang-orang tersebut adalah dengan menjadi seperti mereka dalam berbagai hal. Begitupun sebaliknya, ketika kohesivitas rendah tekanan terhadap konformitas juga rendah. Misalnya, buat apa kita mengubah cara berpakaian dan bertingkah laku untuk menjadi sama dengan orang-orang yang tidak kita sukai atau kagumi. Sehingga derajat ketertarikan seseorang terhadap suatu kelompok tertentu merupakan suatu penentu yang penting mengenai sejauh mana kita akan menuruti bentuk-bentuk tekanan social.

2. Ukuran Kelompok.
Semakin banyak anggota yang tergabung dalam kelompok akan menambah kuat seseorang untuk melakukan konformitas. Dalam buku psikologi sosial Baron dan Byrne (2005)dijelaskan bahwa dari penelitian terkini Bond dan Smith menemukan konformitas cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran kelompok hingga delapan orang anggota tambahan atau lebih. Jadi jelas bahwa semakin besar kelompok tersebut maka semakin besar pula kecenderungan kita untuk ikut serta, bahkan meskipun itu berarti kita akan menerapkan tingkah laku yang berbeda dari yang sebenarnya kita lakukan.

3. Norma Sosial Deskriptif Dan Norma Sosial Injungtif.
Norma social dalam masyarakat tidak hanya terbagi atas sifatnya yakni formal dan informal saja, tetapi ada perbedaan penting lainnya yaitu antara norma deskriptif /himbauan (descriptive norms) dan norma injungtif/perintah (injunctive norms). Norma deskriptif adalah norma yang hanya mendeskripsikan apa yang sebagian besar orang lakukan pada situasi tertentu. Norma-norma ini mempengaruhi tingkah laku dengan cara memberitahu kita mengenai apa yang umumnya dianggap efektif atau adaptif pada situasi tersebut. Sebaliknya, norma injungtif menetapkan apa yang harus dilakukan, tingkah laku apa yang diterima atau tidak diterima pada situasi tertentu. Pada situasi tertentu dimana tingkah laku anti social (tingkah laku yang tidak diterima oleh suatu kelompok atau masyarakat tertentu) cenderung muncul, norma injungtif dapat memberikan pengaruh yang lebih kuat. Hal itu disebabkan karena dua hal. Pertama, norma semacam itu cenderung mengalihkan perhatian dari bagaimana orang-orang bertindak pada suatu situasi tertentu (misalnya, membuang sampah sembarangan) kepada bagaimana mereka seharusnya bertingkah laku (misalnya, membuang sampah pada tempatnya). Kedua, norma semacam itu dapat mengaktifkan motif social untuk melakukan hal yang benar dalam situasi tertentu tanpa mengindahkan apa yang orang lain lakukan.

Motif yang mendasari mengapa seseorang selalu ingin melakukan konformitas adalah sebagai berikut (Baron dan Byrne, 2005):
  1. Pengaruh sosial normatif (normative social influence) adalah pengaruh social yang meliputi perubahan tingkah laku kita untuk memenuhi harapan orang lain. Kita merasa senang ketika mendapat pujian dan disukai oleh orang lain karena bertindak sesuai keinginan mereka. Rasa takut akan penolakan karena bisa berdampak pada sanksi ejekan dan cacian dari orang terdekat lalu keinginan kita untuk disenangi dan diterima oleh orang lain akan meningkatkan konformitas kita.
  2. Pengaruh sosial informasional (Informational social influence) adalah kecenderungan kita untuk bergantung pada orang lain sebagai sumber informasi tentang berbagai informasi dunia sosial. Dorongan semakin kuat untuk melakukan konformitas mana kala kita selalu ingin tampak benar didepan orang lain, namun hal ini terutama terjadi pada saat kita merasa tidak yakin mengenai mana yang benar atau tepat dalam situasi tertentu.
  3. Konsekuensi kognetif dari mengikuti kelompok adalah mengubah persepsi pada situasi tertentu sehingga mengikuti persepsi kelompok dan menganggap bahwa ia salah dan anggota kelompok yang lain benar. Dalam kondisi ini ia menilai bahwa konformitas tampak sungguh-sungguh dapat dibenarkan

No comments:

Post a Comment