Home

Friday, August 26, 2016

Pengawasan Kerja

Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki (Lubis, 1985). Menurut Prayudi (1981), pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang di jalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau diperhatikan. Menurut Manullang (2002), pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana semula.

Menurut Schermerhorn dalam Ernie dan Saefullah (2005), mendifinisikan pengawasan merupakan sebagai proses dalam menetapkan ukuran kinerja dalam pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan tersebut. Menurut Harahap (2001), pengawasan adalah keseluruhan sistem, teknik, cara yang mungkin dapat digunakan oleh seorang atasan untuk menjamin agar segala aktivitas yang dilakukan oleh dan dalam organisasi benar-benar menerapkan prinsip efisiensi dan mengarah pada upaya mencapai keseluruhan tujuan organisasi. 

Menurut Handoko (1995), bahwa karakteristik-karakteristik pengawasan yang efektif dapat diperinci sebagai berikut:
  1. Akurat. Informasi tentang pelaksanaan kegiatan harus akurat. Data yang tidak akurat dari system pengawasan dapat menyebabkan organisasi mengambil tindakan koreksi yang keliru atau bahkan menciptakan masalah yang sebenarnya tidak ada.
  2. Tepat waktu. Informasi harus dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi secepatnya bila kegiatan perbaikan harus dilakukan segera.
  3. Obyektif dan menyeluruh. Informasi harus mudah dipahami dan bersifat obyektif secara lengkap.
  4. Terpusat pada titik-titik pengawasan strategic. Sistem pengawasan harus memusatkan perhatiannya pada bidang-bidang dimana penyimpangan-penyimpangan dari standart paling sering terjadi atau yang akan mengakibatkan kerusakan paling fatal.
  5. Realistik secara ekonomis. Biaya pelaksanaan system pengawasan harus lebih rendah, atau paling tidak sama dengan kegunaan yang diperoleh dari system tersebut.
  6. Realistik secara organisasional. Sistem pengawasan harus cocok atau harmonis dengan kenyataan-kenyataan organisasi.
  7. Terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi. Informasi pengawasan harus terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi, karena setiap tahap proses pekerjaan dapat mempengaruhi sukses atau kegagalan keseluruhan operasi, dan informasi pengawasan harus sampai pada seluruh personalia yang memerlukannya.
  8. Fleksibel. Pengawasan harus mempunyai fleksibelitas untuk memberikan tanggapan atau reaksi terhadap ancaman ataupun kesempatan dari lingkungan.
  9. Bersifat sebagai petunjuk dan operasional. Sistem pengawasan efektif harus menunjukkan baik deteksi atau deviasi dari standart, tindakan koreksi apa yang seharusnya diambil.
  10. Diterima para anggota organisasi. Sistem pengawasan harus mampu mengarahkan pelaksanaan kerja para anggota organisasi dengan mendorong perasaan otonomi, tanggung jawab dan berprestasi.
Lubis (1985), agar pengawasan dapat berjalan dengan efisien dan efektif perlu adanya system pengawasan yang efektif maka perlu dipenuhi beberapa pengawasan yaitu :
  1. Pengawasan harus bersifat fact finding, artinya pengawasan harus menentukan fakta-fakta tentang bagaimana tugas-tugas dijalankan dalam organisasi.
  2. Pengawasan harus bersifat preventif, artinya harus dapat mencegah timbulnya penyimpangan-penyimpangan dan penyelewenganpenyelewengan dari rencana semula.
  3. Pengawasan diarahkan kepada masa sekarang.
  4. Pengawasan hanya sekedar alat untuk meningkatkan efisiensi dan tidak boleh dipandang sebagi tujuan.
  5. Karena pengawasan hanya sekedar alat administrasi, pelaksanaan pengawasan harus mempermudah tercapainya tujuan.
  6. Pengawasan tidak dimaksudkan untuk terutama menemukan siapa yang salah jika ada ketidakberesan, akan tetapi untuk menemukan apa yang tidak benar.
  7. Pengawasan bersifat harus membimbing agar supaya para pelaksana meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan tugas yang telah ditentukan baginya. 
Berdasarkan pendapat Lubis (1985) pengawasan dapat dilakukan dengan mempergunakan cara-cara sebagai berikut :
1. Pengawasan langsung, dilakukan oleh manajer pada waktu kegiatankegiatan sedang berjalan. Pengawasan langsung dapat berbentuk :
a. Inspeksi langsung
b. Observasi ditempat (on the spot observation)
c. Laporan ditempat (on the spot report), berarti penyampaian keputusan ditempat bila diperlukan.

2. Pengawasan tidak langsung Pengawasan dari jarak jauh melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan ini dapat berbentuk :
a. Laporan tertulis
b. Laporan lisan.

Menurut Duncan dalam Harahap (2001) mengemukakan bahwa beberapa sifat pengawasan yang efektif sebagai berikut :
  1. Pengawasan harus dipahami sifat dan kegunaannya. Oleh karena itu harus dikomunikasikan. Masing-masing kegiatan membutuhkan sistem pengawasan tertentu yang berlainan dengan sistem pengawasan bagi kegiatan lain. Sistem pengawasan untuk bidang penjualan dan sistem untuk bidang keuangan akan berbeda. Oleh karena itu sistem pengawasan harus dapat merefleksi sifat-sifat dan kebutuhan dari kegiatan yang harus diawasi. Pengawasan dibidang penjualan umumnya tertuju pada kuantitas penjualan, sementara pengawasan dibidang keuangan tertuju pada penerimaan dan penggunaan dana.
  2. Pengawasan harus mengikuti pola yang dianut organisasi. Titik berat pengawasan sesungguhnya berkisar pada manusia, sebab manusia itulah yang melakukan kegiatan dalam badan usaha atau organisasi yang bersangkutan. Karyawan merupakan aspek intern perusahaan yang kegiatan-kegiatannya tergambar dalam pola organisasi, maka suatu sistem pengawasan harus dapat memenuhi prinsip berdasarkan pola organisasi. Ini berarti bahwa dengan suatu sistem pengawasan , penyimpangan yang terjadi dapat ditunjukkan pada organisasi yang bersangkutan.
  3. Pengawasan harus dapat mengidentifikasi masalah organisasi. Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Oleh karena itu, agar sistem pengawasan benar-benar efektif, artinya dapat merealisasi tujuannya, maka suatu sistem pengawasan setidaknya harus dapat dengan segera mengidentifikasi kesalahan yang terjadi dalam organisasi. Dengan adanya identifikasi masalah atau penyimpangan, maka organisasi dapat segera mencari solusi agar keseluruhan kegiatan operasional benar-benar dapat atau mendekati apa yang direncanakan sebelumnya.
  4. Pengawasan harus fleksibel. Suatu sistem pengawasan adalah efektif, bilamana sistem pengawasan itu memenuhi prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa pengawasan itu tetap dapat dipergunakan, meskipun terjadi perubahan-perubahan terhadap rencana diluar dugaan.
  5. Pengawasan harus ekonomis. Sifat ekonomis dari suatu sistem pengawasan sungguh-sungguh diperlukan. Tidak ada gunanya membuat sistem pengawasan yang mahal, bila tujuan pengawasan itu dapat direfleksikan dengan suatu sistem pengawasan yang lebih murah. Sistem pengawasan yang dianut perusahaan-perusahaan besar tidak perlu ditiru bila pengawasan itu tidak ekonomis bagi suatu perusahaan lain. Hal yang perlu dipedomani adalah bagaimana membuat suatu sistem pengawasan dengan benar-benar merealisasikan motif ekonomi.
Menurut Husnaini (2001), tujuan pengawasan adalah sebagai berikut :
  1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, dan hambatan.
  2. Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan, pemborosan, dan hambatan.
  3. Meningkatkan kelancaran operasi perusahaan. Melakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan dalam pencapaian kerja yang baik.
Menurut Maringan (2004) menyatakan tujuan pengawasan adalah sebagai berikut:
  1. Mencegah dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan.
  2. Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Selanjutnya dijelaskan menurut Maringan (2004), pengawasan terbagi 4 yaitu:
  1. Pengawasan dari dalam perusahaan Pengawasan yang dilakukan oleh atasan untuk mengumpul data atau informasi yang diperlukan oleh perusahaan untuk menilai kemajuan dan kemunduran perusahaan.
  2. Pengawasan dari luar perusahaan Pengawasan yang dilakukan oleh unit diluar perusahaan. Ini untuk kepentingan tertentu.
  3. Pengawasan Preventif Pengawasan dilakukan sebelum rencana itu dilaksakaan. Dengan tujuan untuk mengacah terjadinya kesalahan/kekeliruan dalam pelaksanaan kerja.
  4. Pengawasan Represif Pengawasan Yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan pekerjaan agar hasilnya sesuai dengan yang direncanakan.
Menurut Hasibuan (2001), sifat dan waktu pengawasan terdiri dari :
1. Preventive controll, adalah pengendalian yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya. Preventive controll ini dilakukan dengan cara :
a. Menentukan proses pelaksanaan pekerjaan.
b. Membuat peraturan dan pedoman pelaksanaan pekerjaan.
c. Menjelaskan dan atau mendmonstrasikan cara pelaksanaan pekerjaan itu.
d. Mengorganisasi segala macam kegiatan.
e. Menentukan jabatan, job description, authority, dan responsibility bagi setiap individu karyawan.
f. Menetapkan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan.
g. Menetapkan sanksi-sanksi bagi karyawan yang membuat kesalahan.
Preventive controll adalah pengendalian terbaik karena dilakukan sebelum terjadi kesalahan.

2. Repressive Controll, adalah pengendalian yang dilakukan setelah terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya, dengan maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Repressive controll ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Membandingkan hasil dengan rencana.
b. Menganalisis sebab-sebab yang menimbulkan kesalahan dan mencari tindakan perbaikannya.
c. Memberikan penilaian terhadap pelaksanaannya, jika perlu dikenakan sanksi hukuman kepadanya.
d. Menilai kembali prosedur-prosedur pelaksanaan yang ada.
e. Mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh petugas pelaksana.
f. Jika perlu meningkatkan keterampilan atau kemampuan pelaksana melalui training dan education.

3. Pengawasan saat proses dilaksanakan yaitu jika terjadi kesalahan langsung diperbaiki.
4. Pengawasan berkala, adalah pengendalian yang dilakukan secara berkala,s misalnya per bulan, per semeter, dan lain-lain.
5. Pengawasan mendadak, adalah pengawasan yang dilakukan secara mendadak untuk mengetahui apakah pelaksanaan atau peraturan-peraturan yang ada telah dilaksanakan atau tidak dilaksanakan dengan baik. Pengawasan mendadak ini sekalisekali perlu dilakukan, supaya kedisiplinan karyawan tetatp terjaga dengan baik.
6. Pengawasan melekat (waskat) adalah pengawasan yang dilakukan secara integratif mulai dari sebelum, pada saat, dan sesudah kegiatan operasional dilakukan

Menurut Mulyadi (2007), mengemukakan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan adalah:
  1. Perubahan yang selalu terjadi baik dari luar maupun dari dalam organisasi
  2. Kompleksitas organisasi memerlukan pengawasan formal karena adanya desentralisasi kekuasaan.
  3. Kesalahan/Penyimpangan yang dilakukan anggota organisasi memerlukan pengawasan
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, I. (1985). Pengendalian dan pengawasan proyek dalam masyarakat. Jakarta timur: Ghalia Indonesia.
Handoko, T. H. (1995). Manajemen personalia dan sumber daya manusia. Yogyakarta :BPFE.
Harahap, S. (2001). Sistem Pengawasan Manajemen. Jakarta: Penerbit Quantum
Hasibuan, M. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengertian Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.
Husnaini, U. (2001). Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Mannulang, M. (2002). Dasar –dasar manajemen. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.
Prayudi. (1981). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ernie, S. T., & Saefullah, K. (2005). Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana.
Maringan, M. S. (2004). Dasar-dasar dan AdministrasiManajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia
Mulyadi. (2007). Sistem Akuntansi. Jakarta: Selemba Empat.

No comments:

Post a Comment