Gender berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin. Menurut Cixous dalam Tong (2004), gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari
segi nilai dan tingkah laku. Sedangkan menurut Kristeva dalam Tong
(2004) dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep cultural yang
merujuk pada karakteristik yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan baik secara biologis, perilaku, mentalitas, dan social budaya.
Menurut Muhtar dalam Froom (2002) gender dapat diartikan sebagai jenis kelamin social aau konotasi masyarakat untuk menentukan peran social berdasarkan jenis kelamin. Sedangkan menurut Fakih dalam Analisis Gender dan Transformasi Sosial (2008) mendefinisikan gender sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
Menurut pemikiran Islam tradisional tersebut bahwa prinsip utamanya adalah bahwa “laki-laki adalah kepala keluarga” dan bertanggung jawab terhadap persoalanpersoalan luar rumah, sedangkan perempuan sebagai istri, bertanggung jawab untuk membesarkan anak dan pelayanan-pelayanan domestik lainnya. Perbedaan ini menjadi titik tolak ukur dari perbedaan peran laki-laki dan perempuan yang didukung pula dengan Surat (An-nisa:34).
Konsep dalam gender terbagi menjadi 2, yaitu: konsep nature dan konsep nurture
a. Nature Secara etimologi nature diartikan sebagai karakteristik yang melekat atau keadaan bawaan pada seseorang atau sifat dasar manusia. Nature juga dapat diartikan sebagai suatu faktor kepribadian tentang kekuatan biologis yang mengatur perkembangan manusia. Nature dapat diartikan sebagai faktor kepribadian yang terkembang secara alami dan dipengaruhi oleh genetic. Dalam kajian gender, nature diartikan sebagai teori atau argumen yang menyatakan bahwa perbedaan sifat antar gender tidak lepas dan bahkan ditentukan oleh perbedaan biologis. Dinyatakan sebagai teori nature karena perbedaan antara laki-laki dan perempuan adalah natural dan dari perbedaan alami tersebut timbul perbedaan bawaan berupa atribut maskulin dan feminim yang melekat pada laki-laki dan perempuan secara alami.
b. Nurture Secara etimologi nurture berarti kegiatan perawatan atau pemeliharaan, pelatihan, serta akumulasi dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kebiasaan dan ciri-ciri yang nampak. Nurture dapat diartikan sebagai suatu faktor kepribadian tentang kekuatan lingkungan yang mengatur perkembangan manusia. Nurture dapat berupa lingkungan keluarga, masyarakat bahkan faktor ekonomi dan budaya. Dalam kajian gender, nurture sebagai teori atau argumen yang menyatakan bahwa perbedaan sifat maskulin dan feminim bukan ditentukan oleh perbedaan biologis, melainkan konstruk sosial dan pengaruh faktor budaya. Dinyatakan sebagai teori nurture karena faktor-faktor social dan budaya menciptakan atribut gender serta membentuk stereotip dari jenis kelamin tertentu, hal tersebut terjadi selama masa pengasuhan orang tua atau masyarakat terulang secara turun temurun. (Lippa, 2005)
Ketidakadilan dan ketidaksetaraangender dapat terjadi dalam beberapa bentuk atau manifestasi, yakni:
a. Stereotip: menempatkan wanita sebagai mahluk lemah, mahluk yang perlu dilindungi, tidak penting, tidak punya nilai ekonomi, orang rumah, bukan pengambil keputusan, dan lain-lain;
b. Subordinasi: akibat bentuk stereotipi menempatkan perempuan pada posisi di bawah laki-laki, tidak boleh mengambil keputusan dibandingkan laki-laki, tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk bekerja atau berproduksi, pendidikan, dan lain-lain;
c. Marginalisasi: terpinggirkan, tidak diperhatikan atau diakomodasi dalam berbagai hal, yang menyangkut kebutuhan, kepedulian, pengalaman, dan lainlain.
d. Beban Majemuk: perempuan bekerja lebih beragam daripada laki-laki, dan lebih lama waktu kerjanya, misalnya fungsi reproduktif dan peran sebagai pengelola rumah tangga, termasuk bekerja di luar rumah.
e. Kekerasan Berbasis Gender: perempuan mendapatkan serangan fisik, seksual atau psikologis tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan. Kekerasan bisa berbentuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi diranah publik, tempat kerja, atau dalam kehidupan rumah tangga.
Menurut Muhtar dalam Froom (2002) gender dapat diartikan sebagai jenis kelamin social aau konotasi masyarakat untuk menentukan peran social berdasarkan jenis kelamin. Sedangkan menurut Fakih dalam Analisis Gender dan Transformasi Sosial (2008) mendefinisikan gender sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
Menurut pemikiran Islam tradisional tersebut bahwa prinsip utamanya adalah bahwa “laki-laki adalah kepala keluarga” dan bertanggung jawab terhadap persoalanpersoalan luar rumah, sedangkan perempuan sebagai istri, bertanggung jawab untuk membesarkan anak dan pelayanan-pelayanan domestik lainnya. Perbedaan ini menjadi titik tolak ukur dari perbedaan peran laki-laki dan perempuan yang didukung pula dengan Surat (An-nisa:34).
Konsep dalam gender terbagi menjadi 2, yaitu: konsep nature dan konsep nurture
a. Nature Secara etimologi nature diartikan sebagai karakteristik yang melekat atau keadaan bawaan pada seseorang atau sifat dasar manusia. Nature juga dapat diartikan sebagai suatu faktor kepribadian tentang kekuatan biologis yang mengatur perkembangan manusia. Nature dapat diartikan sebagai faktor kepribadian yang terkembang secara alami dan dipengaruhi oleh genetic. Dalam kajian gender, nature diartikan sebagai teori atau argumen yang menyatakan bahwa perbedaan sifat antar gender tidak lepas dan bahkan ditentukan oleh perbedaan biologis. Dinyatakan sebagai teori nature karena perbedaan antara laki-laki dan perempuan adalah natural dan dari perbedaan alami tersebut timbul perbedaan bawaan berupa atribut maskulin dan feminim yang melekat pada laki-laki dan perempuan secara alami.
b. Nurture Secara etimologi nurture berarti kegiatan perawatan atau pemeliharaan, pelatihan, serta akumulasi dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kebiasaan dan ciri-ciri yang nampak. Nurture dapat diartikan sebagai suatu faktor kepribadian tentang kekuatan lingkungan yang mengatur perkembangan manusia. Nurture dapat berupa lingkungan keluarga, masyarakat bahkan faktor ekonomi dan budaya. Dalam kajian gender, nurture sebagai teori atau argumen yang menyatakan bahwa perbedaan sifat maskulin dan feminim bukan ditentukan oleh perbedaan biologis, melainkan konstruk sosial dan pengaruh faktor budaya. Dinyatakan sebagai teori nurture karena faktor-faktor social dan budaya menciptakan atribut gender serta membentuk stereotip dari jenis kelamin tertentu, hal tersebut terjadi selama masa pengasuhan orang tua atau masyarakat terulang secara turun temurun. (Lippa, 2005)
Ketidakadilan dan ketidaksetaraangender dapat terjadi dalam beberapa bentuk atau manifestasi, yakni:
a. Stereotip: menempatkan wanita sebagai mahluk lemah, mahluk yang perlu dilindungi, tidak penting, tidak punya nilai ekonomi, orang rumah, bukan pengambil keputusan, dan lain-lain;
b. Subordinasi: akibat bentuk stereotipi menempatkan perempuan pada posisi di bawah laki-laki, tidak boleh mengambil keputusan dibandingkan laki-laki, tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk bekerja atau berproduksi, pendidikan, dan lain-lain;
c. Marginalisasi: terpinggirkan, tidak diperhatikan atau diakomodasi dalam berbagai hal, yang menyangkut kebutuhan, kepedulian, pengalaman, dan lainlain.
d. Beban Majemuk: perempuan bekerja lebih beragam daripada laki-laki, dan lebih lama waktu kerjanya, misalnya fungsi reproduktif dan peran sebagai pengelola rumah tangga, termasuk bekerja di luar rumah.
e. Kekerasan Berbasis Gender: perempuan mendapatkan serangan fisik, seksual atau psikologis tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan. Kekerasan bisa berbentuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi diranah publik, tempat kerja, atau dalam kehidupan rumah tangga.
No comments:
Post a Comment