Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar
pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan
dan atau hasil yang dikehendaki (Lubis, 1985). Menurut Prayudi (1981), pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan
pekerjaan apa yang di jalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan
apa yang dikehendaki, direncanakan atau diperhatikan. Menurut Manullang (2002), pengawasan adalah suatu proses
untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya
dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan
sesuai dengan rencana-rencana semula.
Menurut Schermerhorn dalam Ernie dan Saefullah (2005),
mendifinisikan pengawasan merupakan sebagai proses dalam menetapkan ukuran
kinerja dalam pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang
diharapkan sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan tersebut. Menurut Harahap (2001), pengawasan adalah keseluruhan sistem, teknik,
cara yang mungkin dapat digunakan oleh seorang atasan untuk menjamin agar segala
aktivitas yang dilakukan oleh dan dalam organisasi benar-benar menerapkan prinsip
efisiensi dan mengarah pada upaya mencapai keseluruhan tujuan organisasi.
Menurut Handoko (1995), bahwa
karakteristik-karakteristik pengawasan yang efektif dapat diperinci
sebagai berikut:
- Akurat. Informasi tentang pelaksanaan kegiatan harus akurat. Data
yang tidak akurat dari system pengawasan dapat menyebabkan
organisasi mengambil tindakan koreksi yang keliru atau bahkan
menciptakan masalah yang sebenarnya tidak ada.
- Tepat waktu. Informasi harus dikumpulkan, disampaikan dan
dievaluasi secepatnya bila kegiatan perbaikan harus dilakukan
segera.
- Obyektif dan menyeluruh. Informasi harus mudah dipahami dan
bersifat obyektif secara lengkap.
- Terpusat pada titik-titik pengawasan strategic. Sistem pengawasan
harus memusatkan perhatiannya pada bidang-bidang dimana
penyimpangan-penyimpangan dari standart paling sering terjadi atau
yang akan mengakibatkan kerusakan paling fatal.
- Realistik secara ekonomis. Biaya pelaksanaan system pengawasan
harus lebih rendah, atau paling tidak sama dengan kegunaan yang
diperoleh dari system tersebut.
- Realistik secara organisasional. Sistem pengawasan harus cocok atau
harmonis dengan kenyataan-kenyataan organisasi.
- Terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi. Informasi pengawasan
harus terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi, karena setiap
tahap proses pekerjaan dapat mempengaruhi sukses atau kegagalan
keseluruhan operasi, dan informasi pengawasan harus sampai
pada seluruh personalia yang memerlukannya.
- Fleksibel. Pengawasan harus mempunyai fleksibelitas untuk
memberikan tanggapan atau reaksi terhadap ancaman ataupun
kesempatan dari lingkungan.
- Bersifat sebagai petunjuk dan operasional. Sistem pengawasan
efektif harus menunjukkan baik deteksi atau deviasi dari standart,
tindakan koreksi apa yang seharusnya diambil.
- Diterima para anggota organisasi. Sistem pengawasan harus mampu
mengarahkan pelaksanaan kerja para anggota organisasi dengan
mendorong perasaan otonomi, tanggung jawab dan berprestasi.
Lubis (1985), agar pengawasan dapat berjalan dengan efisien dan efektif perlu
adanya system pengawasan yang efektif maka perlu dipenuhi beberapa
pengawasan yaitu :
- Pengawasan harus bersifat fact finding, artinya pengawasan harus
menentukan fakta-fakta tentang bagaimana tugas-tugas dijalankan
dalam organisasi.
- Pengawasan harus bersifat preventif, artinya harus dapat mencegah
timbulnya penyimpangan-penyimpangan dan penyelewenganpenyelewengan
dari rencana semula.
- Pengawasan diarahkan kepada masa sekarang.
- Pengawasan hanya sekedar alat untuk meningkatkan efisiensi dan
tidak boleh dipandang sebagi tujuan.
- Karena pengawasan hanya sekedar alat administrasi, pelaksanaan
pengawasan harus mempermudah tercapainya tujuan.
- Pengawasan tidak dimaksudkan untuk terutama menemukan siapa
yang salah jika ada ketidakberesan, akan tetapi untuk menemukan
apa yang tidak benar.
- Pengawasan bersifat harus membimbing agar supaya para pelaksana
meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan tugas yang telah
ditentukan baginya.
Berdasarkan pendapat Lubis (1985) pengawasan dapat dilakukan dengan mempergunakan cara-cara
sebagai berikut :
1. Pengawasan langsung, dilakukan oleh manajer pada waktu kegiatankegiatan
sedang berjalan.
Pengawasan langsung dapat berbentuk :
a. Inspeksi langsung
b. Observasi ditempat (on the spot observation)
c. Laporan ditempat (on the spot report), berarti penyampaian
keputusan ditempat bila diperlukan.
2. Pengawasan tidak langsung
Pengawasan dari jarak jauh melalui laporan yang disampaikan oleh
para bawahan.
Laporan ini dapat berbentuk :
a. Laporan tertulis
b. Laporan lisan.
Menurut Duncan dalam Harahap (2001) mengemukakan bahwa beberapa sifat
pengawasan yang efektif sebagai berikut :
- Pengawasan harus dipahami sifat dan kegunaannya. Oleh karena itu harus
dikomunikasikan. Masing-masing kegiatan membutuhkan sistem
pengawasan tertentu yang berlainan dengan sistem pengawasan bagi
kegiatan lain. Sistem pengawasan untuk bidang penjualan dan sistem untuk
bidang keuangan akan berbeda. Oleh karena itu sistem pengawasan harus
dapat merefleksi sifat-sifat dan kebutuhan dari kegiatan yang harus
diawasi. Pengawasan dibidang penjualan umumnya tertuju pada kuantitas
penjualan, sementara pengawasan dibidang keuangan tertuju pada
penerimaan dan penggunaan dana.
- Pengawasan harus mengikuti pola yang dianut organisasi.
Titik berat pengawasan sesungguhnya berkisar pada manusia, sebab
manusia itulah yang melakukan kegiatan dalam badan usaha atau
organisasi yang bersangkutan. Karyawan merupakan aspek intern
perusahaan yang kegiatan-kegiatannya tergambar dalam pola organisasi,
maka suatu sistem pengawasan harus dapat memenuhi prinsip berdasarkan
pola organisasi.
Ini berarti bahwa dengan suatu sistem pengawasan , penyimpangan yang
terjadi dapat ditunjukkan pada organisasi yang bersangkutan.
- Pengawasan harus dapat mengidentifikasi masalah organisasi.
Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang
direncanakan menjadi kenyataan. Oleh karena itu, agar sistem pengawasan
benar-benar efektif, artinya dapat merealisasi tujuannya, maka suatu sistem
pengawasan setidaknya harus dapat dengan segera mengidentifikasi
kesalahan yang terjadi dalam organisasi. Dengan adanya identifikasi
masalah atau penyimpangan, maka organisasi dapat segera mencari solusi
agar keseluruhan kegiatan operasional benar-benar dapat atau mendekati
apa yang direncanakan sebelumnya.
- Pengawasan harus fleksibel.
Suatu sistem pengawasan adalah efektif, bilamana sistem pengawasan itu
memenuhi prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa pengawasan itu tetap
dapat dipergunakan, meskipun terjadi perubahan-perubahan terhadap
rencana diluar dugaan.
- Pengawasan harus ekonomis.
Sifat ekonomis dari suatu sistem pengawasan sungguh-sungguh diperlukan.
Tidak ada gunanya membuat sistem pengawasan yang mahal, bila tujuan
pengawasan itu dapat direfleksikan dengan suatu sistem pengawasan yang
lebih murah. Sistem pengawasan yang dianut perusahaan-perusahaan besar
tidak perlu ditiru bila pengawasan itu tidak ekonomis bagi suatu
perusahaan lain. Hal yang perlu dipedomani adalah bagaimana membuat suatu sistem pengawasan dengan benar-benar merealisasikan motif
ekonomi.
Menurut Husnaini (2001), tujuan pengawasan adalah sebagai berikut :
- Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan,
pemborosan, dan hambatan.
- Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan, pemborosan, dan
hambatan.
- Meningkatkan kelancaran operasi perusahaan.
Melakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan dalam
pencapaian kerja yang baik.
Menurut Maringan (2004) menyatakan tujuan pengawasan adalah
sebagai berikut:
- Mencegah dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian
dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan.
- Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Selanjutnya dijelaskan menurut Maringan (2004), pengawasan terbagi 4 yaitu:
- Pengawasan dari dalam perusahaan
Pengawasan yang dilakukan oleh atasan untuk mengumpul data atau
informasi yang diperlukan oleh perusahaan untuk menilai kemajuan dan
kemunduran perusahaan.
- Pengawasan dari luar perusahaan
Pengawasan yang dilakukan oleh unit diluar perusahaan. Ini untuk
kepentingan tertentu.
- Pengawasan Preventif
Pengawasan dilakukan sebelum rencana itu dilaksakaan. Dengan tujuan
untuk mengacah terjadinya kesalahan/kekeliruan dalam pelaksanaan kerja.
- Pengawasan Represif
Pengawasan Yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan pekerjaan agar
hasilnya sesuai dengan yang direncanakan.
Menurut Hasibuan (2001), sifat dan waktu pengawasan terdiri dari :
1. Preventive controll, adalah pengendalian yang dilakukan sebelum kegiatan
dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam
pelaksanaannya. Preventive controll ini dilakukan dengan cara :
a. Menentukan proses pelaksanaan pekerjaan.
b. Membuat peraturan dan pedoman pelaksanaan pekerjaan.
c. Menjelaskan dan atau mendmonstrasikan cara pelaksanaan pekerjaan itu.
d. Mengorganisasi segala macam kegiatan.
e. Menentukan jabatan, job description, authority, dan responsibility bagi
setiap individu karyawan.
f. Menetapkan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan.
g. Menetapkan sanksi-sanksi bagi karyawan yang membuat kesalahan.
Preventive controll adalah pengendalian terbaik karena dilakukan sebelum
terjadi kesalahan.
2. Repressive Controll, adalah pengendalian yang dilakukan setelah terjadi kesalahan
dalam pelaksanaannya, dengan maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan,
sehingga hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Repressive controll ini dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
a. Membandingkan hasil dengan rencana.
b. Menganalisis sebab-sebab yang menimbulkan kesalahan dan mencari
tindakan perbaikannya.
c. Memberikan penilaian terhadap pelaksanaannya, jika perlu dikenakan
sanksi hukuman kepadanya.
d. Menilai kembali prosedur-prosedur pelaksanaan yang ada.
e. Mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh petugas pelaksana.
f. Jika perlu meningkatkan keterampilan atau kemampuan pelaksana
melalui training dan education.
3. Pengawasan saat proses dilaksanakan yaitu jika terjadi kesalahan langsung
diperbaiki.
4. Pengawasan berkala, adalah pengendalian yang dilakukan secara berkala,s
misalnya per bulan, per semeter, dan lain-lain.
5. Pengawasan mendadak, adalah pengawasan yang dilakukan secara mendadak
untuk mengetahui apakah pelaksanaan atau peraturan-peraturan yang ada telah
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan dengan baik. Pengawasan mendadak ini sekalisekali
perlu dilakukan, supaya kedisiplinan karyawan tetatp terjaga dengan baik.
6. Pengawasan melekat (waskat) adalah pengawasan yang dilakukan secara integratif
mulai dari sebelum, pada saat, dan sesudah kegiatan operasional dilakukan
Menurut Mulyadi (2007), mengemukakan beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi pengawasan adalah:
- Perubahan yang selalu terjadi baik dari luar maupun dari dalam organisasi
- Kompleksitas organisasi memerlukan pengawasan formal karena adanya
desentralisasi kekuasaan.
- Kesalahan/Penyimpangan yang dilakukan anggota organisasi memerlukan
pengawasan
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, I. (1985). Pengendalian dan pengawasan proyek dalam masyarakat.
Jakarta timur: Ghalia Indonesia.
Handoko, T. H. (1995). Manajemen personalia dan sumber daya manusia.
Yogyakarta :BPFE.
Harahap, S. (2001). Sistem Pengawasan Manajemen. Jakarta: Penerbit Quantum
Hasibuan, M. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengertian Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.
Husnaini, U. (2001). Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Mannulang, M. (2002). Dasar –dasar manajemen. Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada Press.
Prayudi. (1981). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ernie, S. T., & Saefullah, K. (2005). Pengantar
Manajemen. Jakarta: Kencana.
Maringan, M. S. (2004). Dasar-dasar dan AdministrasiManajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia
Mulyadi. (2007). Sistem Akuntansi. Jakarta: Selemba Empat.